3 Jul 2012

Manusia Kian Tak Percaya Tuhan


Manusia Kian Tak Percaya Tuhan

Perkembangan ilmu pengetahuan makin pesat dan zaman kian modern. Alhasil, para ilmuwan sudah banyak menyingkap misteri alam semesta.

Rupanya makin banyak semua hal bisa dapat dicapai dengan nalar, bertambah pula manusia mengagungkan rasionalitas mereka. Akibatnya, stasiun televisi Al Arabiya melaporkan, seperti hasil survei lembaga jajak pendapat WIN Gallup Agustus tahun lalu, orang tidak percaya Tuhan terus bergerombol. Kaum ateis di seantero dunia naik tujuh persen dan pertumbuhan paling cepat berlangsung di Prancis.

Berdasarkan hasil studi Gallup, negara dengan tingkat religiusitas tinggi, yakni Ghana (96 persen), disusul Nigeria (93 persen), dan Macedonia (90 persen). Negara berpenduduk paling tidak percaya Tuhan adalah Jepang (31 persen), diikuti Republik Ceko (30 persen), dan Prancis (29 persen).

Fenomena serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Surat kabar the Daily Mail melaporkan pada Oktober tahun lalu, hasil penelitian oleh Pew Forum on Religion & Public Life menunjukkan penganut ateis meningkat lima persen dalam lima tahun terakhir. Survei ini dilakukan sepanjang Juni-Juli 2012 dan melibatkan tiga ribu responden.

Hingga saat ini, Aliansi Ateis Internasional (AAI) masih mensensus kaum ateis sejagat lewat situs http://atheistcensus.com/. Jumlah mereka saban hari terus bertambah. Berdasarkan hasil sementara, sepuluh negara dengan jumlah orang ateis terbanyak adalah Amerika Serikat (64.940), Brasil (14/703), Britania Raya (13.134), Turki (11.827), Australia (8.886), Kanada (8.848), India (3.853), Italia (3.343), Jerman (3.314), dan Iran (3.306).

Kaum ateis ini kebanyakan dulunya beragama Protestan (33,7 persen), disusul Katolik (31,3 persen), dan Islam (10 persen). Mereka sebagian besar bergelar sarjana (60 persen) dan master (19,4) persen. Kelompok anti-Tuhan ini mayoritas lelaki (73,7 persen) dan perempuan (25,7 persen) dengan rentang usia 25-34 tahun (35,7 persen) dan 15-24 tahun (30,4 persen).


Kumpulan Penolak Tuhan

Hidupnya berputar lima tahun lalu ketika masih berusia 19 tahun. Di umur sebelia itu, putaran dilakoni Nu (tidak nama sebenarnya) bukan soal nasib, tapi keyakinan. Dari penganut Katolik taat berganti ateis.

Tuhan biasanya menjadi sandaran pamungkas ketika seseorang galau. Namun itu tidak lagi berlaku buat bungsu dari tiga bersaudara ini. "Gue nyaman dengan keadaan ini," kata Nu saat ditemui merdeka.com, Selasa malam dua pekan lalu, di sebuah kafe di bilangan Setiabudi, Jakarta Selatan. "Sampai sekarang tidak ada bukti membuat gue percaya Tuhan itu ada."

Pemuda berkaca mata itu tidak sendirian. Dia merupakan anggota komunitas Indonesia Atheists, sebuah kumpulan penolak Tuhan eksis lewat laman Facebook. Bahkan, Nu terhitung pendiri bersama Karl Karnadi. Komunitas ini dibentuk pada 1 Oktober 2008.

Hingga Rabu pekan lalu, Indonesian Atheists beranggotakan 1.110 orang. Sekitar 65 persen adalah lelaki dan kebanyakan yang tidak percaya Tuhan tadinya penganut agama dibawa oleh Nabi Muhammad. Jumlah mereka sedikit unggul ketimbang mantan pemeluk Nasrani. "Dasar pembentukan adalah mendirikan semacam suaka buat teman-teman ateis dan non-religius untuk mengekspresikan pemikiran," ujar Nu.

Di awal berdirinya, baru ada sekitar seratus anggota. Komunitas Indonesian Atheists ini juga menggelar pertemuan kecil untuk sekadar saling kenal dan bertukar kabar. Nu mengklaim sampai saat ini anggota mereka tersebar mulai ujung Sumatera hingga Papua. Bahkan, ada juga yang menetap di luar negeri.

Untuk bergabung tidak sulit, cukup mengajukan diri lewat laman Facebook Indonesian Atheists. Nu sebagai administratur, lantas bakal memverifikasi pendaftar. Dia bakal mencari tahu latar belakang dan tujuan mereka. Saban hari, komunitas ini kedatangan 5-10 orang. Setelah verifikasi selesai, pendaftar menjalani wawancara lewat pesan pribadi. Selepas itu, Nu dan Karl bakal membahas hasil wawancara itu sebelum memutuskan apakah pendaftar bisa diterima menjadi anggota atau ditolak.

Indonesia Atheists tidak berjalan kaku. Tidak ada aturan main dan pemimpin. "Yang penting tiap anggota dalam berdiskusi menjaga situasi supaya nyaman, tidak berkata kasar atau melecehkan," tutur Nu. Meski kebanyakan sudah paham, komunitas ini mengingatkan anggota mereka agar tidak sembarangan sesumbar di depan publik sebagai orang tidak percaya Tuhan.

Imbauan ini berkaca dari pengalaman Alexander alias Aan, administratur laman Facebook Ateis Minang. Dia ditangkap karena berkoar sebagai seorang ateis. Majelis hakim Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung, Sumatera Barat, pertengahan Juni tahun lalu, memvonis lelaki 30 tahun itu 2,5 tahun kurungan dan denda Rp 100 juta. Dia didakwa dengan Pasal 28 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik lantaran menyebarkan kebencian rasial dan agama.

Indonesian Atheists hanyalah sebagian dari komunitas-komunitas manusia tak bertuhan di negara ini. Memang sulit memastikan jumlah mereka. Karl Karnadi, pendiri Indonesian Atheists, sangat berharap masyarakat bersedia menerima kaum ateis. "Kami berusaha sebaik-baiknya mengenalkan diri kami sebenarnya dan berharap mendapat sayang dari masyarakat Indonesia meski kami berbeda," ucapnya kepada merdeka.com lewat surat elektronik.


Kami Tidak Percaya Tuhan Dalam Wujud Apapun


Menjadi ateis di Indonesia tentu tidak mudah. Sebab itu, banyak dari mereka menyembunyikan identitas sebagai kaum penolak Tuhan.

Berbeda dengan Karl Karnadi. Dia cuek saja nama len gkapnya disebut dan fotonya dipublikasi. Dia hanya ingin masyarakat Indonesia menerima kenyataan sekaligus perbedaan. Meski sebagai negara berketuhanan, ada sebagian kecil dari warga Indonesia menolak mengakui Tuhan itu ada.

Mulanya, dia sedikit tertutup lantaran belum ada media berbahasa Indonesia mewawancarai dia sebagai pendiri komunitas Indonesian Atheists. Berikut wawancara Faisal Assegaf dari merdeka.com dengan Karl Karnadi melalui surat elektronik, Selasa (19/3).


Gagasan siapa mendirikan Komunitas Ateis Indonesia ?

Pada Oktober 2008, saya mendirikan komunitas Facebook bernama Indonesian Atheists, disingkat IA (catatan: namanya persis seperti itu dgn istilah Inggris, berbeda dgn ateis indonesia atau komunitas atheis indonesia). Sebelum itu, sebenarnya sudah ada beberapa komunitas ateis di forum-forum atau milis meski belum ada yang dikembangkan serius. Ide dari saya awalnya sederhana saja.

Saya ingin tempat berdiskusi dengan teman-teman saya dari Indonesia yang juga ketemu bertemu di Internet dan sama-sama ateis atau agnostik. Awalnya jumlahnya kecil sekali, kurang dari sepuluh orang. Sekarang tentu ini berkembang jauh dari sekadar online di mana kami bisa berkumpul juga di dunia nyata, saling dukung satu sama lain pada saat ada yang terkena diskriminasi.

Pada 2011, teman saya (salah satunya akan anda wawancara), mendirikan laman Facebook bernama Anda Bertanya Ateis Menjawab, disingkat ABAM beralamatkan di http://FB.ateismenjawab.com dan ini sedang kami kembangkan. Gagasan ini berasal dari teman saya tadi, tapi saya dan beberapa teman lain sangat mendukung dan ikut mengembangkan. Grup IA di atas diperuntukkan untuk sesama ateis dan agnostik, sementara ABAM untuk semua orang, baik beragama atau tidak. Kami mengharuskan format interaksi di ABAM dalam bentuk tanya jawab sehingga menghindarkan debat kusir atau interaksi tidak sehat.


Apa tujuan pendirian komunitas ini ?

Tujuannya ada dua, ke dalam dan keluar. Ke dalam, kami ingin mendukung dan menghibur teman-teman ateis terdiskriminasi dalam dunia nyata, dan ada banyak sekali yang seperti ini. Ada banyak orang masih menyembunyikan identitas sebagai ateis, pelajar harus berpura-pura beragama di hadapan keluarganya, suami atau istri harus berpura-pura di hadapan anak dan pasangannya. Sama sekali tidak mudah.

Bayangkan bila teman-teman beragama dipaksa harus berpura-pura beragama lain, kira-kira rasanya sama. Tidak setuju tetapi tidak bisa bersuara, tidak bisa menampilkan jati diri tanpa jadi korban kebencian dan diskriminasi. Komunitas online sangat berperan sebagai kelompok pendukung dan memberikan dukungan bagi mereka yang terdiskriminasi.

Keluar, kami ingin mengenalkan ada ateis juga di Indonesia dan kami ingin dipandang bukan sebagai musuh, tapi sebagai sesama manusia, sesama warga Indonesia. Sumber dari permusuhan adalah prasangka negatif sering salah tetapi tersebar luas. Prasangka-prasangka negatif ini ingin kami luruskan.

Ateis adalah orang-orang normal dan bermoral, warga yang membayar pajak dan mengikuti hukum, sama seperti orang-orang lain beragama. Bedanya, kami tidak percaya keberadaan Tuhan agama apapun. Perbedaan kadang menimbulkan ketersinggungan. Ini lumrah, tetapi tidak harus disikapi dengan permusuhan dan kebencian. Sebagai sesama manusia, sebenarnya kita memiliki lebih banyak persamaan ketimbang perbedaan, hanya kita sering lupakan itu dan fokus pada perbedaannya saja.

Tujuan pertama kami capai dengan grup IA dan tujuan kedua dengan laman ABAM.


Kapan komunitas itu dibentuk? Siapa saja pendirinya dan di mana didirikan ?

Ini kebetulan sudah saya sebutkan di atas. Kami adalah satu komunitas dan menyediakan berbagai macam media interaksi, dua di antaranya melalui IA (Indonesian Atheists) ke sesama ateis dan ABAM (Anda Bertanya Ateis Menjawab) kepada orang lain.


Sampai kini sudah berapa jumlah anggota komunitas? dari mana saja, berapa lelaki dan perempuan? Asal agama mana saja ?

Pencatatan lumayan akurat bisa dilihat di http://atheistcensus.com/. Di situ bisa terlihat jumlah dari komunitas ateis dari Indonesia sekitar 600-an orang. Tentu yang aktif dan bertemu reguler tidak sebanyak itu. Urutan eks agama apa saja sesuai dengan demografis Indonesia, jadi terbesar dari muslim, kemudian Kristen, dan seterusnya. Kami tidak mencatat atau mendata anggota-anggota kami baik yang aktif atau tidak aktif. Banyak dari mereka masih tertutup di kehidupan nyata dan mungkin tidak akan merasa nyaman bila didata seperti itu, jadi maaf kalau tidak mendetail. Tapi data-data dari atheistcensus saya rasa cukup bagus.


Apakah komunitas ini memiliki kantor dan ada pertemuan rutin? Kalau ada, apa saja yang dibahas ?

Tidak, kantor kami di Facebook dan media sosial lainnya. Seperti saya sebut di atas, ada pertemuan-pertemuan di beberapa kota besar meski tidak rutin. Nonton bioskop atau film DVD bersama-sama, datang ke acara tertentu bareng, menyanyi karaokean, dan makan malam rame-rame. Tentu ada beraneka ragam topik dibahas, di antaranya juga curhat pada saat ada kesulitan atau frustrasi terhadap kondisi kehidupan penuh diskriminasi. Tetapi yang terutama adalah bersenang-senang bersama-sama.


Bagaimana reaksi saat komunitas ini dibentuk ?

Pemberitaan dimulai pada saat AFP (salah satu media internasional) mewawancarai saya dan memberitakan pada Januari 2009 tentang komunitas ateis di Indonesia. Kemudian tidak lama, komunitas kami berkembang pesat, baik dari jumlah atau pemberitaan di media. Jadi saya rasa sejauh ini cukup positif. Banyak pengunjung laman ABAM dari orang-orang beragama mulai menerima keberadaan kami meski di saat yang sama tidak setuju dengan ateis. Saya harap pembaca artikel ini akan memiliki kesan sama.


Apa alasan Anda menjadi atheis ?   Sejak kapan Anda menjadi atheis ?   Bagaimana reaksi keluarga Anda ?

Tiga pertanyaan ini saya jawab sekaligus. Saya menjadi ateis baru sekitar akhir 2007, tetapi sudah melalui sekitar dua tahun penuh pergumulan. Saya belajar banyak hal sebelumnya tentang sains dan agama. Jawaban dari masing-masing agama berdasar kitab atau tokoh tertentu mereka sucikan tidak memuaskan saya.

Keluarga saya beragama dan taat. Mereka tentunya kecewa dengan jalan saya tempuh tetapi saya cukup beruntung mereka tetap menerima saya sebagai anak. Banyak teman-teman ateis lain mengalami nasib jauh lebih buruk dengan adanya pengusiran dari rumah dan pengucilan. Saya juga beruntung karena saya berangkat untuk studi di Jerman sehingga relatif sedikit tekanan psikologis dan diskriminasi saya terima. Saya salut kepada teman-teman ateis lain tinggal di Indonesia dan harus mengalami diskriminasi setiap hari. Pastinya tidak mudah.


Apakah Anda yakin orang bisa benar-benar tidak percaya Tuhan ?

Seorang muslim tidak percaya agama Kristen, Hindu, dan agama lain selain Islam. Seorang Kristen tidak percaya semua agama kecuali Kristen. Kami mirip seperti itu, bedanya adalah kami tidak percaya semua agama. Ini sesuatu mungkin asing bagi masyarakat Indonesia belum pernah mendengar, tetapi kami benar-benar tidak percaya Tuhan. Kami menjalani hidup seperti biasa, dengan mimpi-mimpi dan ambisi, dengan keberhasilan dan kegagalan, sama seperti orang lain. Hanya saja kami tidak menggantungkan pada Tuhan melainkan pada harapan, pembelajaran, introspeksi diri, pada berbagai hal manusiawi kami bisa pelajari.


Atau ateis itu sekadar tidak percaya Tuhan versi agama dan keyakinan selama ini ?  Jadinya ateis itu punya Tuhan dalam wujud lain ?

Tidak ada, ateis benar-benar tidak percaya Tuhan apapun yang berwujud. Ateis bukan selalu didasarkan pada kekecewaan atas agama tertentu. Ada yang didasarkan pada pembelajaran pribadi, bahkan ada yang dari kecil memang tidak menerima pelajaran agama. Saya termasuk yang melalui pembelajaran dan pergumulan pribadi cukup panjang.


Anda yakin tidak pernah ingat Tuhan atau menyebut nama Tuhan sejak menjadi ateis ?

Tidak, saya rasa sikap bergantung pada Tuhan ini terutama adalah kebiasaan. Banyak dari kita sejak kecil terdidik secara agama tentu terbiasa dengan hal itu. Tetapi kebiasaan juga bisa berubah, begitu pula kepercayaan.


Pernahkah Anda hampir mati ? Kalau belum, kepada siapa minta tolong waktu hampir mati ?

Saya belum pernah mengalami pengalaman hampir mati, tetapi saya pernah mengalami kecelakaan dan saat-saat di mana saya merasa terancam secara fisik (kecelakaan lalu lintas pada saat saya ada di Indonesia, tidak ada kaitan dgn ateisme saya). Saya hanya terpikir meminta tolong pada orang bisa dimintai tolong dan pada saat ada orang lain bermurah hati menolong saya berterima kasih atau bersyukur pada orang itu.

Saya paham ini sesuatu yang asing atau terlihat aneh bagi banyak orang, tetapi memang akan selalu terasa asing pada hal-hal orang belum pernah kenal. Tak kenal maka tak sayang. Kami berusaha sebaik-baiknya mengenalkan diri kami sebenarnya dan berharap mendapat sayang dari masyarakat Indonesia meski kami berbeda.


Sumber :  merdeka.com

Reporter : Faisal Assegaf

Catatan Admin :  Tulisan ini diangkat untuk menjadi bahan Introspeksi dan kewaspadaan bagi kita, sebagai Hamba Tuhan, Pelayan Tuhan, Pengurus dan Pembina Gereja untuk lebih meningkatkan WARNING terhadap setiap ancaman dan pengaruh yang dapat menyesatkan Jemaat Tuhan.